UAN, Patokan Kelulusan?

Halo para blogwalking, gimana kabarnya? Pada postingan ini saya akan membahas mengenai fenomena UAN. Sebenarnya, saya sudah mengalami proses ini beberapa tahun lalu silam. Terakhir, saya mengikuti UAN tahun 2009 lalu ketika duduk di bangku sekolah menengah atas alias SMA. UAN, seperti kata yang menyeramkan, menakutkan hingga membuat para siswa/siswi stress. Hmm..UAN itu selalu dikaitkan dengan kata lulus. Ya, ibaratnya UAN dan lulus harus berbanding lurus. Jika ingin lulus, maka kamu harus mendapatkan nilai yang bagus selama mengikuti UAN. Disini saya hanya menyampaikan pendapat saya mengenai UAN sebagai patokan kelulusan. 

Masih ingat dibenak saya, tahun 2009 lalu saya termasuk siswi yang “getar-getir” dengan kedatangan UAN. Kenapa tidak? Selalu dan selalu deh, saya sebelum mengikuti UAN pasti down dulu alias sakit. Hmm..itu saya rasakan dari SD, SMP dan terakhir SMA. Mungkin karena terbawa suasana kali ya jadinya tegang, kepikiran lulus atau tidaknya dan itu yang mengakibatkan pikiran saya tidak fokus sehingga mengalami sakit. Pengalaman saya waktu UAN pas SMA dulu adalah pengalaman yang tidak berjalan mulus alias penuh “godaan”. Eits...godaan disini bukan godaan dalam hal yang aneh ya. Godaan disini adalah mengenai kunci jawaban. Sigh ! Satu angkatan kompak banget pas mendekati UAN. Bahkan angkatan IPA sepertinya satu “visi”. Kesana-sini mencari bocoran soal hingga akhirnya tergoda juga seangkatan sama kunci jawaban. Duh! Pengalaman adalah guru terbaik kan? Dan saya hanya pesan ke adik-adikku yang sebentar lagi mengikuti UAN untuk tidak “Mempercayai” kunci jawaban yang belum tentu benar 100 %.


Hehehehe...itu selingan UAN pas angkatan saya. Namun kita semua tetap belajar, PM (Pedalaman Materi), belajar kelompok hingga les sana-sini juga loh. Kembali lagi ke judulnya “UAN, Patokan Kelulusan?” Saya kok kurang setuju ya! Kenapa? Ya, jika hanya melihat dari segi UAN saja , bagi saya itu tidak adil. Ada orang yang pintar yang tidak lulus, ada orang yang rajin juga tidak lulus atau sebaliknya ada orang yang kurang pintar dan jarang masuk itu lulus. Saya kok beranggapan dibalik UAN selain memang kepintaran harus di tes, tapi kesiapan mental juga tak kalah pentingnya. Banyak yang biasa aja alias tidak pinter namun dia beruntung / hoki eh lulus. Ada yang sudah mati-matian belajar eh pada akhirnya tidak lulus. Jadi, saya kurang setuju jika sistem UAN masih menjadi patokan kelulusan siswa/siswi, masa iya 3 – 4 hari ujian mengalahkan 3 tahun proses belajar? Ingat, kita sekolah tidak hanya fokus sama UAN saja, kita sekolah untuk belajar, ya belajar tentang pengetahuan, sosialisasi sama lingkungan / teman dan belajar untuk bisa menjadi siswa/siswi yang membanggakan bukan menjadi siswa/siswi yang stress karena sistem UAN tersebut. Isi masa muda anak SMA dengan prestasi yang membanggakan ya!

Selamat berjuang adik-adik kelas yang sedang deg-degan menuju ataupun mengikuti UAN. Percaya pada kemampuan sendiri dan lakukan yang terbaik. Dan jangan lupa untuk berdoa kepadaNya minta dilancarkan untuk mengikuti UAN. Good luck ya !

Khusus DKI, ayooo buktikan jadi juara umum dengan nilai UAN terbaik nasional ^^

42 komentar

  1. selamat malam mbak .. . . .
    UAN memang Momok yang menakutkan ya . . .mbak , ,
    Dulu juga takut sekali aku mbak , , hehe

    BalasHapus
  2. pro kontra masalah UAN menjadi penentu kelulusan tuh nggak akan pernah ada habisnya, bahkan sampe saya yang udah di ujung masa kuliah ini, udah berapa taun tuh ya? hehe...
    ya berdoa aja deh semoga sistem pendidikan kita semakin baik, siswa jangan dijadikan korban karena mereka sebenarnya adalah penerus bangsa yang akan menjadi agen perubahan :))

    BalasHapus
  3. Mbak Titis, Ika juga sama, (dulu) tiap kali mau ujian pasti sakit dulu. Hiks :(
    Tapi semenjak kuliah nggak sih, apa mungkin karena jauh dari bapak ibuk kali ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehhe...sekarang sudah biasa merantau ya mbak.

      Hapus
  4. Pasti dapet bocoran jawaban kayak saya dulu :D ^_^

    BalasHapus
  5. saya ga setujua uan jadi acuan kelulusan, hasil uan penuh rekyasa....bukan hasil murni dan kerja keras siswa.....kita mungkin harus lebih menghargai kerja keras, biar nilai rendah, tapi hasil kejujuran dan kerja keras....

    BalasHapus
  6. keberadaan UAN jadi perdebatan sana - sini karena memang UAN masih sebagai standar kelulusan padahal masih belum diimbangi dengan fasilitas yang menunjang untuk anak - anak sekolah. Dilema sih :((

    BalasHapus


  7. Kepedulian Kepada Sesama

    Sudah Banyak Kita Melihat
    Tapi Semua Terasa Sirna
    Sudah Banyak Kita Mengerti
    Tapi Sedikit Yang Kita Pahami

    Kemilau Harta Melimpah Ruah
    Justru Hati Kian Gelisah
    Hanya Orang Suka Bersedekah
    Hidup Jadi Makin Barokah

    Harta Hanyalah Titipan
    Pada Saatnya Pasti Dikembalikan
    Mengapa Tidak Dikeluarkan
    Agar Hidup Terselamatkan


    <<=0=>>

    Bank DKI => Kode : 111
    No Rek : 50323030085
    a/n : Setiawan Budiarto

    BalasHapus
  8. kalau saya Ebtanas tahu 2000.. blm ada UAN dengan standar nilai murni yang lumayan tinggi....., jadi lulus deh.. :)

    BalasHapus
  9. saya termasuk yang tidak setuju UAN dijadikan standart kelulusan..setiap orang punya keahlian sendiri-sendiri. kalo mau diujikan ya ujikan aja semua..termasuk olahraga dan seni..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmmm...kalau olahraga sama seni termasuk bakat mas, tidak semua orang bisa melakukannya :)

      Hapus
  10. Sama mbak...saya dulu merasakan UN pertama di tahun 2004, kalau ga salah itu tahun kedua UN, memang nilai kelulusan masih terbilang kecil diangka 4,1 tapi tetap saja deg-degan minta ampun, sampe puasa senin kamis, les sana sini, tetap saja tegang

    BalasHapus
    Balasan
    1. deg-deg seeeer ketika UAN seperti sensasi yang tak kunjung hilang ya mbak :D

      Hapus
  11. Sebagai mantan anak SMA yang paling unyu se-indonesia, saya juga pernah merasakan detik-detik kejamnya Ujian Nasional di negeri ini. UN 2013, yg konon disebut sebagai Ujian Terburuk sepanjang Masa!

    BalasHapus
  12. sepetinya era nilai UAN sebagai hasil keputusan lulus itu jaman diatas ku setahun deh, tahun 2003 mulai saat itu ada batas minimal lulus.. bikin cetar membahana kalau mengingatnya huuuu

    BalasHapus
  13. masa UAN memang udah saya lewati tahun 2010 lalu.

    Ada kisah tentangujian, mungkin ngga ada hubungannya tapi ada pelajaran didalamnya. Ada seorang profesor yang mau ngasih tes ke semua jenis binatang. Ada ayam, kuda, kambing, monyet, dan lain sebagainya. Profesor bilang, "Agar tesnya adil, maka saya akan memberi tes memajat pohon".

    BalasHapus
  14. sebenarnya saya tidak setuju jika uan dijadikan sebagai patokan kelulusan, sebab akibatnya anak-anak hanya mengejar nilai saja dan banyak yang menggunakan cara-cara pragmatis seperti membeli kunci jawaban

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul, malah pada mencari kunci jawaban ya mas.

      Hapus
  15. Untung 2 tahun yang lalu saya sudah lewatin masa-masa itu..
    Buat yang akan menghadapi UAN, ataupun UN, selamat berjuang..

    Buat adminnya salam hangat, Santri Indigo Cilacap terimakasih karna telah menyempatkan mampir di blog kami.

    BalasHapus
  16. untung aku udah lulus, jadi nggak ketemu lagi sama yang namanya Ujian Nasional B)

    BalasHapus
  17. wah Ujian Nasional ? *tampang sedih*
    semangat gak boleh padam :))

    BalasHapus
  18. UAS, Ujian Akhir Sepele ... hehe. Soalnya lulus nggak lulus kalau sudah mengakhiri kelas tiga SMA tetap aja galau ... hehe.

    BalasHapus
  19. Nggak jadi patokan sama sekali!
    cuma beberapa persen,
    belum lagi ditambah dengan nilai rapor sejak semester 1-5 untuk persyaratan masuk perguruan tinggi dengan jalur undangan/snmptn

    but don't be too worry,
    masih ada tes tulis sbmptn
    kalaupun nilai rapor tidak mumpuni
    atau naik turun bak rollercoaster :))

    BalasHapus
  20. Saya tidak tamat SD, jadi enggak tahu bagaimana rasanya getar-getir saat menghadapi UAN. Semoga mereka yg sedang UAN diberi kelancaran.

    BalasHapus
  21. Emang UAN cenderung seperti menakutkan padahal UAN kan semacam ujian dari rangkuman materi yang diajarkan sebelumnya. Meskipun materinya sudah diajarkan sebelumnya, masih banyak yang tidak paham dan bahkan cenderung mencari jalan pintas untuk sukses UAN.

    Negara-negara besar juga banyak yang gak UAN, tapi buktinya lebih banyak orang cerdas yang ditelorkan dari sana. Entahlah, rupanya pendidikan di Indonesia masih acak kadut. Hehe

    BalasHapus
  22. Besok UN dan aku belum belajaaarrr -__-

    BalasHapus
  23. saya sih dari dulu merasa aneh "kenapa harus ada UAN/UN" jika nantinya masih ada SPMB/SNMPTN. sejak kelas 2 SMP (sekitar 2002) saya sudah merasa tidak perlu. dan ternyata sampai sekarang masih tetap ada.

    BalasHapus

Yuk berkomentar di blog saya, saling berbagi informasi untuk orang lain juga :)

Mohon untuk tidak berkomentar dengan menggunakan link hidup :)

Terima kasih sudah berkunjung, tunggu kunjungan balik saya di blog kalian ya :D